Isu 97 dan 98 Mungkin Jadi Aib, Tapi Isu Densus 88 Jadi Duit - Black Campaign

Isu 97 dan 98 Mungkin Jadi Aib, Tapi Isu Densus 88 Jadi Duit

kasus penculikan dan penembakan tahun 1997 1998

Semua orang boleh mengingat-ingat waktu kasus demo besar-besaran yang berujung pada penembakan mahasiswa trisakti tahun 98, Pelaku penembakan mahasiswa trisakti adalah tim gegana yang berarti yg harus bertanggung jawab sebenernya adalah wiranto.

Kasus penculikan dan penghilangan paksa aktifis pro-demokrasi yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998 dulu pernah diselidiki oleh Tim Penyelidikan Penghilangan Orang Secara Paksa (TPPOSP) Komnas HAM sejak Bulan Januari 2005, sudah lama banget ya.... Tim yang dibentuk berdasarkan UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia sudah selesai masa tugasnya pada tanggal 20 Juli 2005, tujuannya ntuk membuktikan adanya tindak pelanggaran berat hak asasi manusia, dan mengungkap nasib 14 korban yang masih hilang, TPPOSP telah memeriksa beberapa pihak sebagai saksi, antara lain korban selamat, keluarga korban dan saksi-saksi lain yang mengetahui peristiwa tersebut.

Beberapa personil Polri juga telah memberikan beberapa keterangan. Akan tetapi TPOSP mengalami kegagalan untuk melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang dari pihak TNI dengan alasan bahwa seseorang tidak bisa dituntut dua kali (nebis in idem), dan bahwa seseorang tidak bisa dituntut oleh undang-undang yang berlaku surut, atau setelah peristiwa terjadi (retroaktif).

Akan tetapi, walaupun menyatakan menolak, salah seorang yang diundang untuk didengar kesaksiannya yaitu Jenderal Purnawirawan Wiranto sempat bertemu dengan Ketua TPPOSP Ruswiyati Suryasaputra dan seorang anggota Samsoedin, serta dua orang asisten Tim. Dalam pertemuan tanggal 10 Juni yang ditutup-tutupi tersebut, Jenderal Purnawirawan Wiranto sempat didengarkan Samsoedin mengatakan “Mereka semua telah mati” (Majalah Tempo Edisi 11-17 Juli 2005).

Memang pernyataan Jenderal Purnawiraan Wiranto tersebut sangat signifikan dengan beberapa alasan.

Pertama, pernyataan tersebut disampaikan di depan anggota TPPOSP yang nota bene tengah melakukan penyelidikan atas kasus yang dimaksud. Walaupun dalam suasana informal sambil minum kopi, masing-masing pihak yang mengadakan pertemuan tahu posisi masing-masing, sebagai penyelidik dan sebagai orang yang akan dimintai keterangannya.

Kedua, pernyataan Jenderal Purnawirawan Wiranto merupakan pernyataan pertama sejak peristiwa terjadi 8 tahun lalu, yang diucapkan oleh pihak yang pada saat itu memiliki otoritas. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan pertama karena selama ini pengakuan yang terungkap baik dalam Pengadilan Militer tahun 1999 maupun pemeriksaan oleh DKP, Tim Mawar Kopassus dan Letjen Purnawirawan Praboro adalah bahwa mereka menculik 9 orang dan kesemuanya sudah dilepaskan. Pernyataan ini penting karena diucapkan oleh pihak yang ketika peristiwa terjadi memegang otoritas kekuasaan. Pada bulan Maret ketika peristiwa terjadi, Jenderal Purnawirawan Wiranto adalah Panglima ABRI. Selanjutnya pada tahun 1999 ketika kasus ini ditangani Pengadilan Militer, sebagai Pangab/Menhankam Jenderal Purnawirawan Wiranto membentuk Dewan Kehormaan Perwira (DKP) yang memeriksa Letjen Prabowo Subiyanto sebagai Pangkostrad, Mayjen Muchdi PR sebagai Dan Kopassus dan Kol. Chairawan sebagai Dan Grup IV Kopassus. Dengan kapasitas seperti itu, pernyataan Jenderal Purnawirawan Wiranto adalah pernyataan yang punya legitimasi kuat.

Ketiga, pernyataan Jenderal Purnawirawan Wiranto mengandung arti bahwa yang bersangkutan mempunyai pengetahuan tentang nasib korban yang sampai saat ini tidak diketahui public dan keluarganya. Penulis menganggap, pernyataan ini harus terus dikejar dan ditelusuri oleh TPPOSP sehingga bisa terungkap secara gamblang tentang bagaimana keadaan 14 korban yang masih hilang. Kalau mereka sudah meninggal, harus diusut siapa yang membunuh, mengapa dan bagaimana mereka dibunuh, serta dimana mereka dikuburkan. Dan kalau mereka masih hidup sebagaimana para keluarga berkeyakinan, TPPOSP harus bisa mendesak mereka yang tahu untuk mengatakan bagaimana keadaan mereka, dan di mana mereka pada saat ini.


Sikap menolak untuk diperiksa oleh pihak TNI seharusnya tidak menjadikan usaha pengungkapan kasus ini menjadi buntu. Terobosan-terobosan harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait seperti Komnas HAM, DPR dan Presiden. Tak kalah pentingnya adalah para keluarga korban untuk terus mengingatkan pihak-pihat tersebut diatas. Komnas HAM sebagai pemegang tunggal wewenang penyelidikan harus betul-betul menjalankan mandat yang wewenang yang diberikan oleh UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sesuai pasal 95 UU No. 39/1999, TPPOSP Komnas HAM harus melakukan pemanggilan paksa terhadap pihak-pihak kunci yang mangkir seperti Jenderal Purnawirawan Wiranto, Letjen Purnawirawan Prabowo Subiyanto, Letjen Sjafrie Syamsudin, Kolonel Chairawan dan lain-lain.

Selain melakukan pemanggilan paksa, TPPOSP seharusnya juga melakukan kunjungan atau inspeksi ke lokasi-lokasi yang diduga menjadi tempat penahanan dan penyiksaan. Inspeksi ini ditujukan untuk mendapatkan alat-alat bukti, termasuk untuk mendapatkan gambaran tentang proses penculikan, penyiksaan dan penghilangan para aktifis pada waktu itu. Terobosan lain yang harus dilakukan oleh TPPOSP adalah rekonstruksi BAP, untuk mendapatkan gambaran peristiwa, termasuk adanya kemungkinan mendapatkan bukti-bukti dan keterangan baru. Bila hal-hal tersebut diatas dilakukan oleh TPPOSP, maka ketidakhadiran saksi-saksi dari pihak TNI tidak akan terlalu bermasalah, karena informasi, alat bukti dan lain-lain telah cukup menunjukkan adanya tindak pelanggaran berat HAM dalam bentuk penghilangan paksa.

Selanjutnya, hal lain yang juga harus dilakukan oleh TPPOSP adalah mendapatkan dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang berisi pemeriksaan tiga perwira yang dituduh bertanggungjawab atas peristiwa ini yaitu, Letjen Prabowo Subiyanto, Mayjen Muchdi PR dan Kol. Chairawan. Dokumen yang dijadikan dasar pemberian pensiun dini terhadap Letjen Prabowo Subiyanto ini diyakini mengandung informasi penting seputar nasib dan keberadaan mereka yang sampai saat ini masih hilang.

Densus 88 ituh..

Seharusnya kasus Densus 88 atas penembakan dan pembunuhan terduga teroris juga masuk ke ranah HAM, tapi ternyata Indonesia ini diam seribu bahasa. Mengapa ??

Komnas HAM menyampaikan sejumlah poin rekomendasi saat merilis hasil investigasi lapangan terkait dugaan pelanggaran HAM dalam video penyiksaan yang dilakukan aparat Kepolisian, khususnya Densus 88.

Diantara rekomendasi tersebut, Komnas HAM meminta DPR melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana, baik yang dari APBN maupun dana bantuan luar negeri, yang digunakan dalam program penanggulangan terorisme, sehingga ada pertanggungjawaban secara transparan dalam penggunaan dana demi kepentingan kesejahteraan rakyat.

Wikileaks pernah bikin heboh, sampai sekarang Densus 88 membagi-bagi hadiah berupa uang yang salah satunya bersumber dari Amerika Serik.

Berarti Densus 88  digunakan pemerintah / polri untuk mencari dana dari luar negeri, GITU AJA KOK REPOT.

Advertisement

author picture

Pesan Saya

Gus Durian nulis Isu 97 dan 98 Mungkin Jadi Aib, Tapi Isu Densus 88 Jadi Duit di Blog Black Campaign ini. Jika Artikel ini menarik silahkan Anda bagikan ke teman dan saudara Anda, Jika nggak suka terserah Anda, GITU AJA KOK REPOT.

0 comments:

Post a Comment